Screemo – Apple terancam rugi besar dalam waktu dekat akibat kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat yang diberlakukan terhadap produk-produk dari China. Biaya tambahan yang harus ditanggung perusahaan ini diperkirakan mencapai 1,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp18,1 triliun hanya dalam waktu tiga bulan, yakni pada kuartal ketiga 2025. CEO Apple Tim Cook secara terbuka menyampaikan bahwa sebelumnya mereka sudah mengeluarkan sekitar 800 juta dolar AS untuk membayar tarif selama April hingga Juni. Kebijakan tarif ini muncul dari tensi dagang antara Amerika Serikat dan China yang belum kunjung mereda. Meskipun target utamanya adalah menekan dominasi produk China di pasar domestik, dampaknya justru menyasar perusahaan AS yang bergantung pada produksi luar negeri. Apple termasuk di antaranya, karena sebagian besar lini produksinya masih dilakukan di Asia. Meskipun sudah memulai relokasi ke India dan Vietnam, biaya tinggi tetap membayangi raksasa teknologi ini dalam beberapa bulan ke depan.
Apple terancam rugi karena sebagian besar proses produksinya masih dilakukan di negara-negara Asia, khususnya China. Selama bertahun-tahun, produk seperti iPhone, MacBook, iPad, dan Apple Watch dirakit di sana untuk kemudian dipasarkan secara global, termasuk ke Amerika Serikat. Karena proses produksinya terjadi di luar negeri, barang-barang tersebut tetap dikategorikan sebagai impor dan akhirnya terkena tarif masuk yang tinggi. Tarif tersebut pada awalnya sempat ditahan pada angka 30 persen, namun potensi kenaikan hingga 145 persen masih membayangi. Meskipun relokasi pabrik sudah dimulai ke India dan Vietnam, transisi ini memerlukan waktu dan belum mampu mengimbangi volume produksi dari China. Ancaman tarif lanjutan pun masih terbuka, terutama karena pemerintah AS terus mendorong manufaktur kembali ke dalam negeri. Posisi Apple kini cukup dilematis, di satu sisi ingin menjaga efisiensi produksi, namun di sisi lain harus menghadapi tekanan regulasi dan beban tarif yang makin meningkat.
“Baca juga: Harga iPhone 16 Pro Max Ambruk! Cuma Agustus Bisa Dapat Potongan Sampai Rp 4 Juta!”
Meski dibayangi ancaman kerugian akibat tarif, Apple tetap mencetak kinerja keuangan yang mengesankan pada kuartal yang berakhir Juni lalu. Pendapatan perusahaan tercatat naik sebesar 10 persen secara tahunan, mencapai angka 94 miliar dolar AS atau sekitar Rp1.550 triliun. Salah satu pendorong utama kinerja ini adalah penjualan iPhone yang terus meningkat. Bahkan, iPhone berhasil mencetak rekor dengan pertumbuhan penjualan sebesar 13 persen dibanding tahun sebelumnya. Nilai penjualannya mencapai 44,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp733 triliun, menyumbang hampir separuh dari total pendapatan Apple. Pertumbuhan penjualan juga terjadi di pasar China, yang naik menjadi 15,3 miliar dolar AS dari 14,7 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meski begitu, besarnya beban tarif tetap berpotensi menggerus margin keuntungan. Kenaikan pendapatan belum tentu bisa menutup lonjakan biaya produksi yang harus ditanggung perusahaan akibat tensi dagang dan tekanan regulasi yang makin tinggi.
Di tengah tekanan biaya dan kebijakan dagang, Apple menghadapi tantangan serius dalam pengembangan kecerdasan buatan atau AI. Kemampuan AI Apple dinilai masih tertinggal dari Google, Microsoft, dan Meta. Fitur AI Apple saat ini terbatas pada ringkasan teks, emoji otomatis, dan generator gambar sederhana. Siri sebagai asisten virtual utama belum mendapat pembaruan besar hingga sekarang. Versi baru Siri dilaporkan akan dirilis tahun depan oleh Apple. Beberapa ahli AI terbaik Apple pindah ke Meta yang sedang agresif membangun tim AI. Tahun ini Apple mengakuisisi tujuh perusahaan teknologi yang sebagian fokus pada AI. Namun, dampak akuisisi itu belum terlihat di produk utama Apple. Untuk bersaing secara global, Apple harus mempercepat pengembangan fitur AI yang lebih kuat dan canggih.
Situasi saat ini membuat strategi Apple benar-benar sedang diuji. Di satu sisi, perusahaan harus menghadapi tekanan tarif yang tinggi dan bisa terus meningkat sewaktu-waktu. Di sisi lain, Apple juga tertantang untuk memperkuat posisi dalam inovasi teknologi, khususnya dalam hal kecerdasan buatan. Pilihan untuk memindahkan produksi ke India dan Vietnam sudah dilakukan, namun belum memberikan dampak signifikan untuk menghindari tarif. Sementara itu, kompetitor mereka terus melesat di bidang AI, membuat posisi Apple terlihat kurang agresif dalam adopsi teknologi masa depan. Di tengah performa penjualan yang masih positif, Apple juga harus mempertahankan efisiensi biaya agar tidak kehilangan margin. Tim Cook mengatakan bahwa perusahaan sedang mengalihkan banyak sumber daya ke proyek-proyek AI, namun belum jelas apakah langkah ini akan cukup untuk mengejar ketertinggalan. Kombinasi tantangan eksternal dan kebutuhan inovasi internal membuat Apple harus bergerak cepat agar tetap relevan di pasar global.